Ustadz Galih Gumelar - Ada tiga sifat yang menimbulkan kerusakan terhadap sesama makhluk. Sifat-sifat itu, menurut Rasulullah SAW, pertama syuhhun mutha’un, kedua hawan muttaba’un, dan ketiga i’jabul mar-i bi nafsihi.” Syuhhun mutha’un berasal dari sifat kikir yang selalu ditaati. Naluri kesetanan itu memang paling mudah bersenyawa dengan watak buruk manusia yang lebih suka menerima daripada memberi, lebih gigih menuntut hak ketimbang membayarnya. Maka berbiaklah sifat durjana: selalu ingin menguasai, merampas segalanya, pantang memberi kesempatan pada orang lain.
Tanda-tanda sifat itu bisa disimak dari anak cucunya. Mereka, karena begitu mudah mendapatkan uang, akan mempergunakannya untuk menyebarkan kebinasaan dan kemaksiatan. Di belakang hari, nama besar pun takkan mampu menghapus mereka dari catatan sejarah.
Adapun hawan muttaba’un merupakan sisi lain dari kepribadian ganda manusia. Sebenarnya hawan atau nafsu adalah karunia Ilahi yang sangat mulia bila disalurkan sesuai norma kebaikan. Dengan nafsu, manusia akan menggerakkan akalnya untuk mencipta dan berkarya, menabur jasa bagi kesejahteraan bersama.
Cuma sayangnya, semua keutamaan nafsu itu sering menyimpang dari rel, melindas hak Allah dan hak makhluk, yakni jika dibiarkan bebas tanpa kendali. Nafsu seperti itu akan mengubah manusia menjadi gergasi. Kata Nabi SAW, para pemimpin negara akan menjadi singa, para pemegang hukum akan menjadi anjing, para menteri akan menjadi serigala, dan rakyat akan teraniaya sebagai domba.
Sedangkan i’jabul mar-i binafsihi (bangga diri) bersumber dari keangkuhan dan kesombongan manusia. Seolah sesuatu yang baik takkan terwujud tanpa ”aku.” Ia hanya kagum akan dirinya, dan berpikir tak ada orang lain yang mampu seperti dia. Hanya ”aku” yang tidak berdosa, hanya ”aku” yang jujur, hanya ”aku” yang mampu, meski sebetulnya ”aku” lah biang segala kekacauan.
Allahu Akbar. Alangkah dahsyatnya kerusakan yang akan menimpa dunia, jika ketiga sifat itu berkumpul pada satu orang. Sungguh tak terbayangkan. Itu sebabnya Nabi SAW memberi jalan keluar, seperti diingatkan melalui Alquran. ”Wahai nafsu yang damai, kembalilah ke jalan Tuhanmu dengan rela dan disukai.”
Bandingkan sifat sang durjana itu dengan seorang pemimpin sederhana, Sa’ad bin Abi Waqqash. Lantaran setianya kepada Rasulullah SAW, sahabat itu dijamin akan dikabul semua doanya. Pantas kemudian ia menjadi gantungan harapan dari orang-orang yang membutuhkan pertolongan.
Namun anehnya, ketika usianya kian lanjut, Sa’ad justru menderita rabun mata sampai nyaris buta sama sekali. ”Hai Sa’ad,” orang menegurnya. ”Kenapa engkau tidak berdoa supaya Allah menyembuhkan penyakit matamu dan memulihkan penglihatanmu?” Dengan tawakal Sa’ad menjawab, ”Kerelaanku menerima takdir Tuhan lebih mulia bagiku daripada melihat dunia dengan mataku.”- ah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar