"Barangsiapa yang mengarah senjata kepada kami maka dia bukan dari golongan kami. Dan barangsiapa yang menipu kami, maka dia bukan golongan kami." (HR. Muslim)
Dari abu bakar Ash Shiddiq RA ia berkata bersabda Rasulullah SAW
"Tidak akan masuk surga orang yang suka menipu,kikir,dan yang bertabiat buruk." (HR.at Tirmidzi,dengan sanad “dhaif”)
Dalam hadits berikut beliau bersabda :
"Sesungguhnya kejujuran akan menunjukkan kepada kebaikan,dan kebaikan itu akan menghantarkan kepada surga. Seseorang yang berbuat jujur oleh Allah akan dicatat sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya bohong itu akan menunjukkan kepada kelaliman,dan kelaliman itu akan menghantarkan ke arah neraka. Seseorang yang terus menerus berbuat bohong akan ditulis oleh Allah sebagai pembohong." (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim )
Rasulullah pernah bersabda pula :
"Pertanda orang yang munafiq ada tiga: apabila berbicara bohong,apabila berjanji mengingkari janjinya dan apabila dipercaya berbuat khianat". (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)
Maka dari itu menasehati sesama muslim merupakan kewajiban setiap muslim,bahkan dia merupakan salah satu dari tiang penyangga tegaknya agama ini. Karenanya termasuk kesalahan besar jika seorang muslim menipu atau mencurangi saudaranya sesama muslim. Sabda Nabi SAW ‘bukan golonganku’ 'bukan golongan kami', menunjukkan bahwa penipuan dan kecurangan merupakan dosa yang sangat besar dan bukan merupakan dosa yang kecil.
Pembaca galihgumelar.com ternyata penipuan dan kecurangan juga termasuk kezhaliman, dan sudah jelas hukuman Allah kepada setiap pelaku kezhaliman di muka bumi ini.
WAH TERNYATA ADA LARANGAN UNTUK MENGATAKAN "PASTI".
Allah berfirman: “Dan jangan sekali-kali engkau (Muhammad) mengatakan: ‘Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini esok’, kecuali (dengan menyebut): insya Allah...” (Qs Al-Kahfi ayat 23-24)
Pada saat Nabi Ibrahim menyampaikan perintah Allah untuk menyembelih Nabi Ismail,anak yang saleh ini berkata:
“Wahai bapaku,kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang- orang yang bersabar.” (Qs Al- Saffat ayat 102).
Begitu juga ucapan Nabi Musa apabila beliau berjanji kepada Nabi Khidir untuk patuh kepada semua arahannya sepanjang perjalanan menuntut ilmu. Nabi Musa berkata:
“Insya Allah engkau akan mendapatiku sebagai orang yang bersabar,dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun.” (Qs Al- Kahfi ayat 69).
Menurut Ibn Jarir Al-Tabari, ayat ini berisi pengajaran adab untuk Nabi Saw. Beliau dilarang untuk memastikan apa yang akan terjadi di masa hadapan melainkan dengan menyandarkannya kepada kehendak Allah. Sebab segala sesuatu hanya boleh berlaku apabila dikehendaki oleh Allah Swt.
Secara harfiah, kalimat insya Allah bermakna “jika Allah menghendaki”. Ucapan ini melambangkan kesadaran hamba akan hakikat dirinya yang serba kekurangan dan jahil. Sekaligus mengiktiraf kekuasaan Allah Swt yang Maha Kuasa dalam menentukan setiap yang berlaku di alam semesta ini.
Ucapan insya Allah ini mencerminkan pengakuan atas kelemahan diri dan ketergantungan kepada belas kasih tuhannya agar selalu membantu dalam setiap keinginan dan niatannya. Siapa yang selalu menyadari kelemahan dirinya, Allah akan selalu hadir dalam hidupnya. Dan siapa yang merasa dirinya serba cukup dan berkuasa atas segalanya, ia akan lupa diri dan berakhir seperti Firaun dan Namruz yang mengaku diri sebagai tuhan.
Berkata Imam al-Syafi‘i:
“Kelemahan adalah sifat manusia yang paling jelas. Sesiapa yang selalu menyedari sifat ini, dia akan beroleh istiqamah dalam beribadat kepada Allah.”
siapa yang berjanji dengan niat sungguh-sungguh untuk melaksanakannya,sambil menyerahkan perkara itu kepada Allah,bantuan dari Allah akan datang untuk mewujudkan janji tersebut.
Di kisahkan dalam hadis Al- Bukhari dan Muslim, Rasulullah Saw pernah bercerita:
“Nabi Sulaiman bin Dawud berkata: ‘Malam ini aku akan mendatangi 90 orang isteri- isteriku. Setiap daripada mereka pasti akan melahirkan seorang pejuang di jalan Allah.’ “Malaikat berkata kepadanya: ‘katakanlah insya Allah.’ Namun Nabi Sulaiman tidak mengucapkan kalimat ini. Akhirnya, tidak ada seorangpun daripada isteri-isterinya itu yang melahirkan anak. Hanya seorang isteri yang melahirkan, namun anak itu cacat dan tidak sempurna.
Bersabda Nabi Saw:
“Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, andai beliau mengucapkan: insya Allah, niscaya isteri-isterinya itu akan melahirkan anak-anak yang berjuang di jalan Allah.”
Berkata Ibn Battal Al-Maliki dalam Syarh Al-Bukhari: “Hadis ini mengandungi pengajaran bahawa sesiapa yang mengucapkan insya Allah, sambil menyadari kelemahan dirinya dan meminta bantuan dari Allah, maka besar kemungkinan ia akan memperolehi apa yang diharapkannya.”
Semoga bermanfaat untuk semua pembaca galihgumelar.com silahkan di sher dan copypaste untuk menyiarkan tetang hal di atas.Jazakumullah.
Sumber : Dari berbagai Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar