UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA | ||
Menimbang |
| |
Mengingat |
| |
Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : | ||
Memutuskan | UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT | |
BAB 1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 | ||
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
| ||
Pasal 2 | ||
Setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam dan mampu atau badan yang dimiliki oleh orang muslim berkewajiban menunaikan zakat. | ||
Pasal 3 | ||
Pemerintahan berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan dan pelayanan kepada muzzaki, mustahiq, dan amil zakat. | ||
BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 4 | ||
Pengelolaan zakat berasaskan iman dan takwa, keterbukaan, dan kepastian hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. | ||
Pasal 5 | ||
Pengelolaan zakat bertujuan:
| ||
BAB III ORGANISASI PENGELOLAAN ZAKAT Pasal 6 | ||
| ||
Pasal 7 | ||
| ||
Pasal 8 | ||
Badan amil zakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan lembaga amil zakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 mempunyai tugas pokok mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama. | ||
Pasal 9 | ||
Dalam melaksanakan tugasnya, badan amil zakat dan lembaga amil zakat bertanggung jawab kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya. | ||
Pasal 10 | ||
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan tata kerja badan amil zakat ditetapkan dengan keputusan menteri. | ||
BAB IV PENGUMPULAN ZAKAT BAB IV Pasal 11 | ||
| ||
Pasal 12 | ||
| ||
Pasal 13 | ||
Badan amil zakat dapat menerima harta selain zakat, seperti infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan kafarat. | ||
Pasal 14 | ||
| ||
Pasal 15 | ||
Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh badan amil zakat ditetapkan dengan keputusan menteri. | ||
BAB V PENDAYAGUNAAN ZAKAT Pasal 16 | ||
| ||
Pasal 17 | ||
Hasil penerimaan infaq, shadaqa, hibah, wasiat, waris, dan kafarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 didayagunakan terutama untuk usaha yang produktif. | ||
BAB VI PENGAWASAN Pasal 18 | ||
| ||
Pasal 19 | ||
Badan amil zakat memberikan laporan tahunan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia atau kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan tingkatannya. | ||
Pasal 20 | ||
Masyarakat dapat berperan serta dalam pengawasan badan amil zakat dan lembaga amil zakat. | ||
BAB VII SANKSI Pasal 21 | ||
| ||
BAB VIII KETENTUAN-KETENTUAN LAIN Pasal 22 | ||
Dalam hal muzzaki berada atau menetap di luar negeri, pengumpulan zakatnya dilakukan oleh unit pengumpul zakat pada perwakilan Repulik Indonesia, yang selanjutnya diteruskan kepada badan amil zakat Nasional. | ||
Pasal 23 | ||
Dalam menunjang pelaksanaan tugas badan amil zakat sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 8, pemerintah wajib membantu biaya operasional badan amil zakat. | ||
BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 24 | ||
| ||
BAB X PENUTUP Pasal 25 | ||
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundang Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. | ||
Disahkan di Jakarta pada tanggal 23 September 1999 | ||
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE | ||
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 September 1999 | ||
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd MULADI | ||
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 164 | ||
Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET RI Kepala biro Peraturan Perundang-undangan II Plt. Edy Sudibyo | ||
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT | ||
Berpegang pada prinsip bahwa dalil (nash) berlaku umum selama tidak ada dalil yang menyatakan kekhususannya.
Kebanyakan dalil-dalil agama berbentuk pernyataan-pernyataan umum, supaya lingkup pengertiannya mengenai orang-orang atau bagian-bagian yang banyak. Inilah rahasia yang menjadikan Islam abadi dan sesuai untuk setiap zaman dan tempat.
Dalam hal dalil yang berhubungan dengan sumber zakat kontemporer ini adalah keumuman nash yang dinyatakan oleh Allah dalam beberapa ayat al-Qur’an, seperti firman Allah dalam surah at-Taubah ayat 103 : “Pungutlah dari harta mereka sedekah (zakat).” Atau sabda Rosulullah dalam sebuah hadits : “Tunaikanlah zakat dari harta kekayaan kalian.”
Dari kedua dalil tersebut telah dijelaskan bahwa harta yang kita miliki haruslah kita tunaikan zakatnya. Dan harta yang disebutkan disini dinyatakan secara umum, yaitu semua harta. Jadi apakah harta tersebut dari perdagangan yang kita usahakan, dari pertanian yang kita tanam, dari peternakan hewan-hewan ternak, dari profesi kita sebagai karyawan, dari keuntungan harta yang kita investasikan, ataupun dari harta lainnya, harus dikeluarkan zakatnya.
Sayyid Qutb dalam tafsirnya fi zilaalil Qur’an ketika menafsirkan firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 267 menyatakan bahwa nash ini mencakup segala hasil usaha manusia yang baik dan mencakup seluruh yang dikeluarkan Allah dari dalam dan dari atas bumi,seperti hasil pertanian maupun hasil pertambangan seperti minyak. Karena itu nash ini mencakup semua harta, baik yang ada pada zaman Rosulullah maupun pada zaman sesudahnya, semua wajib dikeluarkan zakatnya dengan ketentuan dan kadar sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Rosulullah dalam sabdanya, ataupun yang dianalogikan kepada sumber zakat yang telah ada.
Al-Qurtubi, dalam tafsir Al-Jami’ li Ahkaam Al-Qur’an menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kata-kata hakkum ma’lum (hak yang pasti) pada surah Az-Zariyat adalah zakat yang diwajibkan. Artinya semua harta yang dimiliki dan semua penghasilan yang didapatkan jika telah memenuhi persyaratan kewajiban zakat, maka harus dikeluarkan zakatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar