Galih Gumelar - Ternyata Tingkatan Makrifat Bukan Sekedar Ibadah - Mendekatkan diri kepada Allah (Makrifat) bukan hanya ibadah, namun haru menejewantahkan ibadah itu dalam kehidupan sehari-hari. Ibadah itu penting dan harus selalu dilaksanakan untuk mencapai tingkatan Makrifat. Jika ibadah kita masih bolong-bolong pasti jauh dari Makrifat, namun setelah makrifat, ternyata bukan hanya zikir dan doa, namun mengalakan dzikri dan doa ataupun ibadah dalam kehidupan sehari-hari.
Beribadah kepada Allah harus sesuai dengan peritah Allah yaitu sampai ajal menjemput.
Allah Ta’ala berfirman,
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan beribadahlah pada Allah sampai datang kepada kalian yakin (ajal atau kematian).” (QS. Al-Hijr: 99)
Dalam Tafsir Al-Jalalain disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan al-yaqin adalah al-maut (kematian).
Hal yang sama disebutkan oleh Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah dalam kitab tafsirnya (Taisir Al-Karim Ar-Rahman), yang dimaksud dengan al-yaqin dalam ayat adalah al-maut yaitu kematian. Maksudnya adalah diperintahkan beribadah setiap waktu kepada Allah dengan berbagai macam ibadah.
Imam Bukhari berkata dari Salim, al-yaqin dalam ayat bermakna al-maut (kematian). Yang mengartikan seperti itu di antaranya adalah Salim bin ‘Abdillah, Mujahid, Al-Hasan Al-Bashri, Qatadah, dan ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam. Ini yang disebutkan oleh Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya.
Al-yaqin diartikan dengan kematian didukung oleh firman Allah Ta’ala,
لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ الْخَائِضِينَ وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوْمِ الدِّينِ حَتَّى أَتَانَا الْيَقِينُ
“Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan, hingga datang kepada kami kematian.” (QS. Al-Mudattsir: 43-47)
Dari ayat tersebut diambil kesimpulan bahwa shalat dan lainnya wajib dilakukan terus menerus pada Allah selama akalnya masih ada. Shalatnya sesuai keadaan masing-masing orang. Sebagaimana disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari, dari ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلِّ قَائِمًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ
“Shalatlah dalam keadaan berdiri. Jika tidak mampu, kerjakanlah sambil duduk. Jika tidak mampu, maka kerjakanlah sambil berbaring.”
Tingkatan Ma’rifat Bukan Lagi Tidak Hanya Ibadah Dan beribadah sampai yakin dekat kepada Allah, namun selain ibadah jalan terus, habluminanas harus terus terjaga.
“Beribadahlah sampai yakin”, yaitu beribadahlah sampai pada tingkatan ma’rifat. Ketika sudah sampai tingkatan ma’rifat, bukan hanya ibadah saja, tapi ibadah harus dijalankan terus dan harus ada pengamalannya kepada alam dan manusia (bermanfaat dunia akhirat).
Para Nabi ‘alaihimush shalaatu was salaam, begitu pula para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang paling mengenal Allah. Mereka tahu cara menunaikan kewajiban pada Allah. Mereka juga tahu bagaimanakah sifat Allah yang mulia. Mereka tahu bagaimanakah mengagungkan Allah dengan benar dan tahu bagaimana menjewantahkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Walau mereka sudah ma’rifat (mengenal Allah seperti itu,), mereka terus rajin dan paling banyak ibadahnya pada Allah Ta’ala. Mereka terus beribadah pada Allah hingga mereka meninggalkan dunia. Jadi yang benar, makna al-yaqin di sini adalah al-maut (kematian) sebagaimana dikemukakan sebelumnya.
ولله الحمد والمنة، والحمد لله على الهداية، وعليه الاستعانة والتوكل، وهو المسؤول أن يتوفانا على أكمل الأحوال وأحسنها [فإنه جواد كريم]
Walillahil hamd wal minnah. Walhamdu lillahi ‘ala hidayah wa ‘alaihil isti’anah wat tawakkul. Segala puji bagi Allah atas nikmat yang diberikan. Segala puji bagi Allah atas hidayah. Kepada Allah-lah kita meminta tolong dan bertawakkal pada-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar