Dakwah, Pengobatan, Tausiyah

  • Breaking News

    Bagaimana Hukumnya Memakai AZIMAH, WAFAQ dan RAJAH

    Galih Gumelar - Bagaimana Hukumnya Memakai AZIMAH, WAFAQ dan RAJAH  - Bagaimanakah Hukum Memakai AZIMAH, WAFAQ dan RAJAH, berikut ulasannya dari beberapa sumber. Sebagian saling berbeda pendapat bahkan ada yang langsung mengaramkannya dan langsung bilang musrik atau syirik, benar sekali jika kita percaya kekuatan azimah, wafaw dan rajah bukan sebagai wasilah Allah, maka hukumnya syirik atau musrik. 

    Namun jika kita percaya asizah, wafaq dan rajah adalah hanya wasilah Allah saja maka diperbolehkan dengan konsekuensi hanya dengan cara sunah dan hanya yakin, beribadah dan berdoa kepada Allah.

    At-Tirmidzi dan an-Nasa-i meriwayatkan dari ‘Amr ibn Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya berkata: “Rasulullah telah mengajarkan kepada kami beberapa kalimat untuk kita baca ketika terjaga dari tidur dalam keadaan terkejut dan takut”, dalam riwayat Isma’il Rasulullah bersabda yang maknanya: “Jika di antara kalian merasakan ketakutan maka bacalah:

    ” أعوذ بكلمات الله التامة من غضبه وعقابه ومن شر عباده ومن همزات الشياطين وأن يحضرون “

    Adalah sahabat Abdullah ibn ‘Amr mengajarkan bacaan ini kepada anaknya yang sudah baligh untuk dibaca sebelum tidur dan menuliskannya untuk anak-anaknya yang belum baligh kemudian dikalungkan di lehernya”.

    Al Hafizh Ibn Hajar dalam kitabnya al Amali [Nata-ij al Afkar, h. 103-104] berkata: “Hadits ini hasan, diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dari Ali ibn Hujr, dari Isma’il ibn Abbas, dan diriwayatkan oleh an-Nasai dari ‘Amr ibn Ali al Fallas dari Yazid ibn Harun”. Kalaupun Ibn Baz atau Muhammad Hamid al Faqqi melemahkan hadits ini, maka itu adalah sesuatu yang tidak benar, sama sekali tidak berpengaruh dan tidak perlu diambil karena mereka berdua bukan Muhaddits atau Hafizh. Terlebih Amir al Mukminin fi al Hadits, Ibn Hajar al ‘Asqalani telah menyatakan bahwa hadits ini hasan.

    Ibn Abi ad-Dunya [dalam kitab al ‘Iyal, h. 144] meriwayatkan dari al Hajjaj, ia berkata: “Telah menceritakan kepadaku orang yang telah melihat Sa’id ibn Jubayr sedang menuliskan beberapa ta’widz untuk orang”. Dalam riwayat al Bayhaqi [ as-Sunan al Kubra, Jilid 9, hlm. 351] orang yang telah melihat Sa’id ibn Jabir itu disebutkan namanya yaitu Fudhail.

    Dalam kitab Masa-il al Imam Ahmad [h. 260] karya Abu Dawud as-Sijistani sebagai berikut:
    “Telah memberitakan kepada kami Abu Bakar, telah meriwayatkan kepada kami Abu Dawud, ia berkata: Aku melihat tamimah (hirz) yang terbuat dari kulit terkalungkan pada leher putera Ahmad yang masih kecil”.

    Juga telah memberitakan kepada kami Abu Bakr berkata, telah meriwayatkan kepada kami Abu Dawud: Aku telah mendengar Imam Ahmad ditanya tentang seseorang yang menulis al Qur’an pada sesuatu kemudian dicuci dan diminumnya? Ahmad berkata: “Saya berharap itu tidak masalah”.

    Abu Dawud berkata: Aku mendengar pertanyaan yang ditujukan kepada Imam Ahmad: Menulis al-Qur’an pada sesuatu kemudian dicuci dan dibuat mandi?, beliau menjawab: “Saya tidak mendengar kalau hal itu dilarang”.

    Dalam kitab Ma’rifah al ‘Ilal wa Ahkam ar-Rijal [ hlm. 278-279] dari Abdillah ibn Ahmad ibn Hanbal berkata: telah meriwayatkan kepadaku ayahku, ia berkata: telah meriwayatkan kepadaku Yahya ibn Zakariya ibn Abi Za-idah, ia berkata: telah mengkabarkan kepadaku Isma’il ibn Abi Khalid dari Farras dari asy-Sya’bi berkata: “Tidak masalah mengalungkan hirz dari al Qur’an pada leher seseorang”.

    Abdullah ibn Ahmad [dalam Masa-il al Imam Ahmad karya puteranya Abdullah, h. 447] berkata: “Saya melihat ayahku menuliskan bacaan-bacaan (hirz/at-ta’awidz) untuk orang-orang yang dirasuki Jin, serta untuk keluarga dan kerabatnya yang demam, ia juga menuliskan untuk perempuan yang sulit melahirkan pada sebuah tempat yang bersih dan ia menulis hadits Ibn Abbas, hanya saja ia melakukan hal itu ketika mendapatkan bala dan aku tidak melihat ayahku melakukan hal tersebut jika tidak ada bala. Aku juga melihat ayahku membaca ta’widz pada sebuah air kemudian diminumkan kepada orang yang sakit dan disiramkan pada kepalanya, aku juga melihat ayahku mengambil sehelai rambut Rasulullah lalu diletakkan pada mulutnya dan mengecupnya, aku juga sempat melihat ayahku meletakkan rambut Rasul tersebut pada kepala atau kedua matanya kemudian dicelupkan ke dalam air dan air tersebut diminum untuk obat, aku melihat ayahku mengambil piring Rasul yang dikirim oleh Abu Ya’qub ibn Sulaiman ibn Ja’far kemudian mencucinya dalam air dan air tersebut ia minum, bahkan tidak hanya sekali aku melihat ayahku minum air zamzam untuk obat ia usapkan pada kedua tangan dan mukanya”.

    Dalam Mushannaf Ibn Abi Syaibah [ 5/39-40] tersebut sebagai berikut: “Telah meriwayatkan kepada kami Abu Bakr, ia berkata: telah meriwayatkan kepada kami Ali ibn Mushir dari Ibn Abi Laila dari al Hakam dari Sa’id ibn Jubayr dari Ibn Abbas berkata: Jika seorang perempuan sulit melahirkan maka tulislah dua ayat ini dan beberapa kalimat pada selembar kertas kemudian basuh (celupkan dalam air) dan minumlah:

    “بسم الله لا إله إلا هو الحليم الكريم , سبحان الله رب السموات السبع ورب العرش العظيم ، (كأنهم يوم يرونها لم يلبثوا إلا عشية أو ضحاها ) [سورة النازعات / 46] (كأنهم يوم يرون ما يوعدون لم يلبثوا إلا ساعة من نهار بلاغ) [الأحقاف / 35] (فهل يهلك إلا القوم الفاسقون) [سورة الأحقاف / 35]“

    Dalam kitab al Ausath fi as-Sunan wa al Ijma’ wa al Ikhtilaf , Juz 1 h. 103-104 karya Ibn Mundzir disebutkan bolehnya memakai at-ta’widz (hirz).

    Dalam kitab al A-daab asy-Syar’iyyah karya Ibn Muflih al Hanbali juga disebutkan bahwa Imam Ahmad menulis ta’widz untuk seorang perempuan yang ketakutan di rumahnya, membuat hirz untuk orang yang demam. Imam Ahmad juga membuat hirz untuk wanita yang akan melahirkan dan meriwayatkannya dari Ibn Abbas dan Ibn as-Sunni meriwayatkannya dari Rasulullah dalam ‘Amal al Yaum wa al-laylah”.

    Al Bayhaqi meriwayatkan dalam as-Sunan al Kubra kebolehan memakai hirz dari beberapa ulama Tabi’in, di antaranya Sa’id ibn Jubayr, Atha’. Bahkan Sa’id ibn al Musayyab memerintahkan agar dikalungkan ta’widz dari al Qur’an. Kemudian al Bayhaqi berkata: “ini semua kembali kepada apa yang telah aku sebutkan bahwasanya kalau seseorang membaca ruqa (bacaan-bacaan) yang tidak jelas maknanya, atau seperti orang-orang di masa Jahiliyah yang meyakini bahwa kesembuhan berasal dari ruqa tersebut maka itu tidak boleh. Sedangkan jika seseorang membaca ruqa dari ayat-ayat al Qur’an atau bacaan-bacaan yang jelas seperti bacaan dzikir dengan maksud mengambil berkah dari bacaan tersebut dan dengan keyakinan bahwa kesembuhan datangnya hanya dari Allah semata maka hal itu tidak masalah, wabillah at-taufiq”.

    Adapun hadits Rasulullah yang berbunyi:

    ” إن الرقى والتمائم والتولة شرك ” رواه أبو داود

    Maknanya : “Sesungguhnya ruqa, tama-im dan tiwalah adalah syirik” (H.R. Abu Dawud)

    Yang dimaksud bukanlah tama-im dan ta’awidz yang berisikan ayat-ayat al Qur’an atau bacaan-bacaan dzikir. Karena kata tama-im sudah jelas dan dikenal maknanya, yaitu untaian yang biasa dipakai oleh orang-orang jahiliyyah dengan keyakinan bahwa tamaim tersebut dengan sendirinya menjaga mereka dari ‘ayn atau yang lainnya. Mereka tidak meyakini bahwa tama-im itu bermanfaat dengan kehendak Allah. Karena keyakinan yang salah inilah kemudian Rasulullah menyebutnya sebagai syirik.

    Demikian juga ruqa yang terdapat dalam hadits tersebut, karena ruqa ada dua macam ; ada yang mengandung syirik dan ada yang tidak mengandung syirik.

    Ruqa yang mengandung syirik adalah yang berisi permintaan kepada jin dan syetan. Dan sudah maklum diketahui bahwa setiap kabilah arab memiliki thaghut yaitu setan yang masuk pada diri seseorang dari mereka kemudian setan itu berbicara lewat mulut orang tersebut kemudian orang tersebut disembah. Ruqa yang syirik adalah ruqa jahiliyyah seperti ini atau yang semakna dengannya.

    Sedangkan ruqa yang syar’i yaitu yang pernah dilakukan oleh Rasulullah dan diajarkan kepada para sahabatnya. umat Islam pada masa sahabat memakai ruqa syar’i tersebut untuk menjaga diri dari ‘ayn dan yang lainnya dengan mengalungkan ruqa-ruqa tersebut pada leher mereka. Ruqa syar’i ini terdiri dari ayat-ayat al Qur’an atau dzikir.

    Jadi kesimpulannya adalah hukum menggunakan wafaq/azimah adalah BOLEH. Selama wafaq/azimah yg dibuat bersumber dr Al-Quran/hadits maka diperbolehkan dan meyakini bahwa itu hanyalah media wasilah doa yang pada hakekatnya atas ridho dan izin serta kekuasaan Allah SWT semata. Wallahu A'lam.

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Al - Quran

    Kisah

    Promo